Rabu, 29 Juli 2009

Mengajak Suami Berdakwah « Rumahku Surgaku

Mengajak Suami Berdakwah « Rumahku Surgaku

Dalam kehidupan rumah tangga, yang menjadi salah satu kewajiban bersama suami-istri adalah kewajiban berdakwah (Lihat: QS at-Taubah [9]: 71). Selain secara fardiyah (individual), dakwah harus dilakukan secara berjamaah (QS Ali Imran [3]: 104).
Menjadi kebahagiaan tersendiri manakala suami-istri bersama-sama melaksanakan kewajiban dakwah, apalagi dalam satu jamaah dakwah yang sama. Hal ini bisa menciptakan kebahagiaan ideologis pada keluarga mereka. Suami-istri yang bersama-sama mengkaji Islam dan berdakwah akan saling mendukung dan menjadi tim dakwah terkecil. Dengan pemikiran ideologis yang mereka miliki, semua tantangan dakwah terasa ringan dihadapi.
Bergabungnya suami-istri dalam satu jamaah/harakah dakwah adalah keuntungan tersendiri. Visi-misi dakwah yang terpatri kuat di benak mereka membuat adanya kesamaan pemikiran dan perasaan sehingga membentuk kesamaan sikap. Pengalaman menunjukkan bahwa suami-istri yang bersama dalam satu harakah bisa saling mendukung dan menguatkan.
Namun, bagaimana jika suami belum melakukan kewajiban mengaji, berdakwah dan bergabung dengan jamaah dakwah (harakah)? Pada kondisi seperti ini istri tentu harus mengingatkan suami. Ada beberapa langkah penting yang harus dilalui. Pertama: Berniat dengan kuat agar suami kita berjalan bersama di jalan dakwah.
Kedua: Menelusuri apa yang menyebabkan suami belum mau mengkaji Islam, mendakwahkannya dan bergabung dalam harakah; apakah karena ketidaktahuan tentang wajibnya berdakwah, atau karena masih lemah keterikatannya dengan perintah tersebut, atau karena takut risiko dalam perjuangan, atau karena tidak memperhatikan sama sekali kewajiban ini dan berpaling pada aktivitas lain, atau karena sebab lainnya. Setelah itu, baru istri menyusun langkah dan sikap dalam menghadapinya. Istri juga harus memahami karakter suami dan gaya komunikasinya dalam keluarganya dulu. Hal ini penting untuk mengetahui cara pendekatan yang tepat saat memberi masukan dan mengingatkan.
Ketiga: Memohon kepada Allah Swt. dengan penuh kesungguhan. Berdoa secara tulus, fokus dan terus menerus, insya Allah membuahkan hasil karena Allah melihat kesungguhan kita. Tidak salah jika kita mengkhususkan doa memohon kepada Allah Swt. agar suami kita mengkaji Islam, berdakwah dan berjuang bersama dalam harakah yang sama dengan kita. Tantangan dakwah ke depan diyakini akan semakin berat. Untuk itu diperlukan dukungan kuat dari orang-orang sekitar kita, khususnya yang paling dekat, di antaranya suami. Keridhaan dan dukungannya menjadi urgen dalam semua aktivitas kita.
Keempat: Menjelaskan dan menggambarkan kepada suami tentang hakikat hidup dan perjuangan. Untuk itu, perlu dilakukan pendekatan yang intensif kepada suami dalam rangka memperkuat akidahnya. Misal: Sering mendiskusikan siapa sesungguhnya kita, darimana kita berasal, untuk apa kita hidup di dunia dan kemana kita akan kembali pulang. Kita adalah hamba Allah yang wajib bersyukur atas karunianya dengan taat kepadaNya. Bersyukur atas karunianya mewujud dalam ketaatan menjalankan tugas dan kewajiban dari-Nya.
Kelima: Memahamkan suami bahwa dakwah adalah kewajiban seorang Muslim, sama halnya dengan kewajiban shalat, zakat, haji dan kewajiban lainnya. Konsekuensinya, meninggalkan dakwah dalah dosa. Rasulullah saw. dan para Sahabat bahkan menjadikan dakwah di jalan Allah sebagai aktivitas utama mereka. Di mana pun dan dalam kesempatan apa pun, pikiran mereka tercurah untuk mendakwahkan Islam.
Dakwah adalah kunci kemuliaan hidup umat manusia. Tanpa dakwah, kebaikan hidup manusia tidak terjamin.
Keenam: Sering mendiskusikan setiap permasalahan yang dihadapi dan peristiwa apapun yang dilihat bersama. Setiap akan memulai diskusi berdoalah kepada Allah agar lisan kita dilancarkan, dada kita dilapangkan dan kalimat kita bisa dipahami. Diskusi selalu diarahkan pada solusi Islam. Saat kita melihat berita di televisi tentang satu persoalan, misalnya, kita memberi komentar dan menganalisis masalah utamanya dan menjelaskan pemikiran Islam terkait dengan solusi atas persoalan tersebut. Saat ada pernyataan dari tokoh, pejabat atau siapa saja di media yang bertentangan dengan pemikiran Islam, kita menjelaskan kesalahannya dan memberinya pemikiran yang benar.
Jika suami meminta istri untuk melakukan hal yang bertentangan dengan hukum Islam, istri tidak boleh membiarkannya. Sebab, Rasul saw. menyatakan, “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah.” Namun demikian, dalam hal perintahnya yang lain yang tidak bertentangan dengan perintah Allah Swt. istri wajib menaati suaminya.
Istri hendaknya selalu mendiskusikan pendidikan anak yang diarahkan pada metode Islam, menentukan corak pendidikan di keluarga, memilih tempat sosialisasi anak dengan masyarakat; mendiskusikan tempat mereka akan dibekali ilmu lainnya; mendiskusikan juga pola relasi dengan istri, anak-anak dan dengan orangtua serta keluarga lainnya. Tidak ada satu pembicaraan apapun yang keluar dari target mengingatkan dan mengajak suami untuk mengkaji Islam, berdakwah dan memperjuangkannya.
Ketujuh: Menjelaskan keunggulan pemikiran Islam yang diemban harakahnya, bahwa harakahnya mempunyai konsep dan metode penerapan Islam yang khas. Konsep dan metode ini akan digunakan dalam menyelesaikan persoalan kehidupan. Gambarkan bahwa pemikiran yang diemban harakahnya bersifat ideologis; yaitu mendasar, menyeluruh dan sempurna; berkarakter komprehensif dan praktis. Dalam hal ini, cara istri menjelaskan dan menggambarkan harus baik dan benar hingga menyentuh akal dan perasaan suami. Sebab, targetnya adalah agar suami, saat hendak bergabung dalam harakah bukan karena berlandaskan pada rasa kasihan karena istrinya sudah mengajak berulang-ulang atau karena cintanya kepada istrinya. Bergabungnya suami ke dalam harakah hendaknya didasarkan pada keyakinan akalnya dan kepuasan jiwanya dengan pemikiran Islam yang diemban oleh harakah. Bergabungnya seseorang dalam harakah yang tidak didasarkan pada pemikirannya, tetapi karena individu yang mengajaknya, tidak membuat bertahan lama. Sedikit saja masalah yang dihadapi dalam perjuangan dakwah akan membuatnya ragu bahkan guncang. Untuk itu, istri yang menunjukkan jalan dakwah kepada suami dan mengajaknya bergabung dalam harakah dakwah harus mampu meyakinkan dan memuaskan akal dan jiwanya terhadap pemikiran Islam ideologis.
Kedelapan: Meminta suami—selain menjadi imam shalat berjamaah—untuk memimpin kajian singkat di rumah bersama anak-anak, menyampaikan pemikiran Islam kepada keluarga. Istri men-support-nya dengan menyediakan bahan-bahan yang akan suami sampaikan dan membuat jadwal rutin agar suami selalu menyiapkan dirinya. Apalagi jika suami adalah seorang guru mengaji tetapi belum menjadi pengemban dakwah maka istri harus mengingatkannya untuk terus menambah wawasan dan pengetahuannya.
Kedelapan: Mengajak suami mengunjungi acara-acara dakwah seperti seminar, tablig akbar, kampanye, dan sebagainya. Ini dimaksudkan untuk membentuk suasana semangat juang yang tinggi dan keyakinan yang kuat akan dekatnya pertolongan Allah Swt. kepada umat Islam.
Demikian di antara langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mewujudkan harapan sebuah keluarga yang melangkah bersama di jalan dakwah. Dalam hal ini, keterlibatan suami-istri dalam dakwah harus didasari atas niat beribadah kepada Allah, berlomba-lomba dalam kebaikan serta tolong-menolong dalam kebenaran dan ketakwaan.
Jika upaya kita dalam menjalankan langkah-langkah tersebut belum menunjukkan hasil, tentu saja kita tidak boleh berputus asa. Mengevaluasi langkah dan muhâsabah terhadap diri kita menjadi agenda berikutnya. Kemudian dari proses evaluasi dan perenungan itu akan didapat rekomendasi langkah baru untuk mengajak suami berada dalam perjuangan. Tentu saja permohonan kita kepada Allah SWT agar Dia memudahkan semua urusan kita selalu menyertai langkah yang kita lakukan.
Hasbunallâhu wa ni’ma al-Wakîl, ni’ma al-Mawlâ wa ni’ma an-Nashîr. [Ir. Ratu Erma Rachmayanti; Penulis adalah anggota DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia]

Shared via AddThis

Senin, 27 Juli 2009

Ingin...

Aku berwudhlu
atas hidup yang telah Kau hembuskan
Aku bersujud
atas nikmat yang Kau limpahkan
Aku tertunduk
atas cobaan yang Kau ujikan
Aku menangis
atas bahagia dan duka yang Kau hadirkan silih berganti
Aku bersyukur
atas tangis dan tawa yang Kau berikan

Tapi....
tak bersyukurkah aku?
ketika...
aku mengharap perbaikan
aku mendamba kebahagiaan
aku mengiba pengertian
aku mengidamkan kesepahaman
aku menghindar dari kepasrahan
aku memimpikan imam
yang membawaku kelak ke jannahMu